Cari Blog Ini

Selasa, 28 Februari 2012

Pemanfaatan Kotoran Sapi Untuk Energi Biogas


Pengembangan dan Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Energi Biogas
Minyak tanah sebagai  bahan bakar yang sejak lama digunakan oleh masyarakat Indonesia umumnya untuk kebutuhan rumah tangga, kini menjadi fenomena yang cukup memprihatinkan karena keberadaannya yang semakin hari kian sulit didapat (langka). Hal tersebut karena penerapan kebijakan pemerintah yang mulai mengganti minyak tanah menjadi gas. Penyediaan energi bagi rumah tangga yang hanya mengandalkan satu-satunya pada minyak tanah, jelas akan sangat memberatkan
Pemerintah maupun masyarakat pengguna itu sendiri. Salah satu energi alternatif terbarukan yang relatif mudah dan murah adalah dengan memanfaatkan kotoran sapi sebagai sumber energi BioGas. Sumber energi BioGas merupakan bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan.
Salah satu anggota UKM binaan Business Technology Center (BTC-BPPT) yang peduli dengan hal tersebut adalah PT. Pasir Emas. Pada saat ini dalam kerangka Program Insentif dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) TA 2008, BTC-BPPT melakukan kegiatan pendampingan teknis dan dukungan fasilitas yang diberikan kepada PT.
Pasir Emas guna pengembangan Biogas yang lebih baik. Pemanfaatan BioGas tersebut diperuntukkan bagi kebutuhan energi di lingkungan internal perusahaan dan masyarakat sekitar (30 KK) yang dimanfaatkan untuk penerangan, memasak/ kompor, dan pemanas air. Produksi akhir produk BioGas
akan menghasilkan sejumlah limbah BioGas yang berupa kotoran ternak yang telah hilang gasnya (slurry) atau yang disebut dengan pupuk organik yang sangat kaya nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman.
Adapun pola pendampingan teknis yang dilakukan oleh BTC-BPPT kepada PT. Pasir Emas melalui suatu Pembinan Usaha Berbasis Teknologi yang mencakup aspek teknis, organisasi, sumberdaya manusia, dan informasi. Metodologi dalam pelaksanaan pembinaan tersebut ditetapkan melalui model pertanian terpadu
(pengembangan Bio Cyclo Farming). Adapun manfaat yang timbul dari hasil pembinaan usaha ini adalah; terciptanya Desa Mandiri Energi dengan model Bio Cyclo Farming, dan PT. Pasir Emas dapat dijadikan contoh sukses dalam penerapan sistem BioGas serta model Bio Cyclo Farming.
ww.alpenstel.com 27 februari 2012


Pupuk Kompos dari Kotoran Sapi

Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme.
Proses
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Bahan yang diperlukan adalah kotoran sapi 80-83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi, dll) 5%, bahan pemacu mikroorganisme 0,25%, abu sekam 10%, kalsit/kapur 2%, dan boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25%.
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung.
Proses pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (feses dan urin) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai ±60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat Celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
Selanjutnya setelah seminggu di lokasi 2 dilakukan kembali pembalikan untuk dipindahkan ke lokasi 3 dan dibiarkan selama satu minggu, dan setelah satu minggu di lokasi 3 kemudian dilakukan pembalikan untuk dibawa ke lokasi 4. Pada tempat ini kompos telah matang dengan warna pupuk coklat kehitaman bertekstur remah dan tidak berbau. Kemudian pupuk diayak/disaring untuk mendapatkan bentuk yang seragam serta memisahkan dari bahan yang tidak diharapkan (misalnya batu, potongan kayu, rafia, dll) sehingga kompos yang dihasilkan benar-benar berkualitas. Selanjutnya pupuk organik kompos siap diaplikasikan sebagai pupuk organik berkualitas pengganti pupuk kimia.
Manfaat
Manfaat dari penggunaan pupuk kompos pada lahan pertanian adalah mampu menggantikan atau mengefektifkan penggunaan pupuk kimia (non organik) sehingga biaya pembelian pupuk dapat ditekan. Selain itu manfaat yang lain adalah dapat menghasilkan beberapa unsur hara yang sangat dibutuhkan olah tanaman, disamping itu juga dapat menghasilkan unsur hara mikro yang lain seperti Fe, Zn, Bo, Mn, Cu, dan Mo. Sedangkan manfaat khusus bagi peternak, yaitu bahwa pola pemeliharaan ternak (usaha budidaya) menjadi lebih sehingga pengelolaan ternak untuk tujuan produksi dan reproduksi akan lebih optimal.
Caricadieng.wordpress.com
Pemanfaatan Kotoran Sapi Menjadi Pupuk
Kecenderungan petani lebih banyak menggunakan pupuk kimia dibanding dengan pupuk kandang dari kotoran sapi, dengan alasan lebih praktis, tidak tahan dengan bau atau takut tanamannya terkena penyakit akibat dari bakteri negatif pada kotoran sapi. Semua itu dapat diatasi dengan penggunaan Organik M-8 Gold, melalui proses penetralisiran dan dekomposi. M-8 Gold mampu menghilangkan bau yang tidak sedap pada kotoran sapi dan mampu menetralisir bakteri negatif pada kotoran sapi dan menambahkan bakteri positif ke dalamnya.

Pemanfaatan Limbah Peternakan Sapi

Pada umumnya peternakan sapi bertujuan untuk menghasilkan menghasilkan daging melalui proses pembesaran dan susu. Selain itu juga menghasilkan kulit, tulang, urine, dan kotoran. Kotoran merupakan salah satu masalah bagi para peternak. Di peternakan besar yang memiliki ratusan ekor sapi, bila dibiarkan kotoran tersebut lama-kelamaan akan menggunung. Bila tidak ditangani secara serius akan menimbulkan bau yang menyengat dan pencemaran lingkungan.

Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan kotoran sebagai pupuk kompos. Kompos yang baik adalah yang sudah cukup mengalami pelapukan dan dicirikan oleh warna yang sudah berbeda dengan warna bahan pembentuknya, tidak berbau, kadar air rendah dan sesuai suhu ruang. Proses pembuatan dan pemanfaatan kompos dirasa masih perlu ditingkatkan agar dapat dimanfaatkan secara lebih efektif, menambah pendapatan peternak dan mengatasi pencemaran lingkungan. Di tengah kelangkaan dan mahalnya harga pupuk non organik (kimia), pupuk kompos adalah alternatif yang paling baik. Selain banyaknya kotoran, pembuatan pupuk kompos juga sangat mudah. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Dengan begitu keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non organik dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.
Kotoran sapi dapat dibuat menjadi beberapa jenis kompos yaitu curah, blok, granula dan bokhasi. Kompos sebagai pupuk organik yang berbahan kotoran sapi mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan pupuk anorganik. Selain itu, kompos juga mempunyai prospek dan peluang yang besar untuk dipasarkan secara lebih meluas untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap pupuk kimia. Penyediaan kompos organik yang berkelanjutan dan praktis dapat mempermudah petani untuk memanfaatkannya sebagai penyubur tanah dan tanaman pertaniannya.
Prinsip yang digunakan dalam pembuatan kompos adalah proses pengubahan limbah organik menjadi pupuk organik melalui aktivitas biologis pada kondisi yang terkontrol. Bahan yang diperlukan adalah kotoran sapi : 80 – 83%, serbuk gergaji (bisa sekam, jerami padi dll) : 5%, bahan pemacu mikroorganisame : 0.25%, abu sekam : 10% dan kalsit/kapur : 2%, dan juga boleh menggunakan bahan-bahan yang lain asalkan kotoran sapi minimal 40%, serta kotoran ayam 25 %.
Tempat pembuatan adalah sebidang tempat beralas tanah dan dibagi menjadi 4 bagian (lokasi 1, 2, 3, 4) sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan dan tempat tersebut ternaungi agar pupuk tidak terkena sinar matahari dan air hujan secara langsung. Prosesing pembuatannya adalah pertama kotoran sapi (fases dan urine) diambil dari kandang dan ditiriskan selama satu minggu untuk mendapatkan kadar air mencapai + 60%, kemudian kotoran sapi yang sudah ditiriskan tersebut dipindahkan ke lokasi 1 tempat pembuatan kompos dan diberi serbuk gergaji atau bahan yang sejenis seperti sekam, jerami padi dll, serta abu, kalsit/kapur dan stardec sesuai dosis, selanjutnya seluruh bahan campuran diaduk secara merata. Setelah satu minggu di lokasi 1, tumpukan dipindahkan ke lokasi 2 dengan cara diaduk/dibalik secara merata untuk menambah suplai oksigen dan meningkatkan homogenitas bahan. Pada tahap ini diharapkan terjadi peningkatan suhu hingga mencapai 70 derajat celcius untuk mematikan pertumbuhan biji gulma sehingga kompos yang dihasilkan dapat bebas dari biji gulma.
Selain sebagai pupuk kompos, kotoran juga bisa dimanfaatkan sebagai biogas. Biogas merupakan salah satu sumber energi yang berasal dari sumber daya alam hayati. Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme pada kondisi yang relatif kurang oksigen (anaerob). Sumber bahan untuk menghasilkan biogas yang utama adalah kotoran ternak sapi, kerbau, babi, kuda dan unggas; dapat juga berasal dari sampah organik.
Pada beberapa tahun terakhir istilah Biogas memang sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat kita. Telah banyak terobosan teknologi tepat guna yang diciptakan baik kalangan insiyur, akademisi maupun masyarakat umum untuk pemanfaatan salah satu energi alternatif terbarukan ini. Bahkan sebagian masyarakat pedesaan di beberapa propinsi, terutama para peternak sapi telah menggunakan teknologi ramah lingkungan ini sebagai pemenuhan kebutuhan bahan bakar sehari-hari. Dengan kata lain, mereka telah berhasil mencapai swadaya energi dengan tidak lagi menggunakan minyak tanah untuk memasak, bahkan juga untuk penerangan.
Potensi kotoran sapi untuk dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan Biogas sebenarnya cukup besar, namun belum semua peternak memanfaatkannya. Bahkan selama ini telah menimbulkan masalah pencemaran dan kesehatan lingkungan. Umumnya para peternak membuang kotoran sapi tersebut ke sungai atau langsung menjualnya ke pengepul dengan harga sangat murah. Padahal dari kotoran sapi saja dapat diperoleh produk-produk sampingan (by-product) yang cukup banyak. Sebagai contoh pupuk organik cair yang diperoleh dari urine mengandung auksin cukup tinggi sehingga baik untuk pupuk sumber zat tumbuh. Serum darah sapi dari tempat-tempat pemotongan hewan dapat dimanfaatkan sebagai sumber nutrisi bagi tanaman, selain itu dari limbah jeroan sapi dapat juga dihasilkan aktivator sebagai alternatif sumber dekomposer.
Biogas sebagai sumber energi alternatif yang ramah lingkungan dan terbarukan, dapat dibakar seperti gas elpiji (LPG) dan dapat dugunakan sebagai sumber energi penggerak generator listrik. Kotoran dari 2 ekor ternak sapi atau 6 ekor ternak babi dapat menghasilkan kurang lebih 2 m3 (1 kg LPG) biogas per hari. Saat ini berbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan kotoran ternak.
Gas metan ini sudah lama digunakan oleh warga Mesir, China, dan Roma kuno untuk dibakar dan digunakan sebagai penghasil panas. Sedangkan proses fermentasi lebih lanjut untuk menghasilkan gas metan ini pertama kali ditemukan oleh Alessandro Volta (1776). Hasil identifikasi gas yang dapat terbakar ini dilakukan oleh Willam Henry pada tahun 1806. Dan Becham (1868) murid Louis Pasteur dan Tappeiner (1882) adalah orang pertama yang memperlihatkan asal mikrobiologis dari pembentukan gas metan.
Pada prinsipnya, pembuatan Biogas sangat sederhana, hanya dengan memasukkan substrat (kotoran ternak) ke dalam digester yang anaerob. Dalam waktu tertentu Biogas akan terbentuk yang selanjutnya dapat digunakan sebagai sumber energi, misalnya untuk kompor gas atau listrik. Penggunaan biodigester dapat membantu pengembangan sistem pertanian dengan mendaur ulang kotoran ternak untuk memproduksi Biogas dan diperoleh hasil samping (by-product) berupa pupuk organik. Selain itu, dengan pemanfaatan biodigester dapat mengurangi emisi gas metan (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan organik yang diproduksi dari sektor pertanian dan peternakan, karena kotoran sapi tidak dibiarkan terdekomposisi secara terbuka melainkan difermentasi menjadi energi gas bio. Sebagaimana kita ketahui, gas metan termasuk gas rumah kaca (greenhouse gas), bersama dengan gas CO2 memberikan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global. Pengurangan gas metan secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya penyelesaian masalah global.
Pembentukan gasbio dilakukan oleh mikroba pada situasi anaerob, yang meliputi tiga tahap, yaitu tahap hidrolisis, tahap pengasaman, dan tahap metanogenik. Pada tahap hidrolisis terjadi pelarutan bahan-bahan organik mudah larut dan pencernaan bahan organik yang komplek menjadi sederhana, perubahan struktur bentuk primer menjadi bentuk monomer. Pada tahap pengasaman komponen monomer (gula sederhana) yang terbentuk pada tahap hidrolisis akan menjadi bahan makanan bagi bakteri pembentuk asam. Produk akhir dari gula-gula sederhana pada tahap ini akan dihasilkan asam asetat, propionat, format, laktat, alkohol, dan sedikit butirat, gas karbondioksida, hidrogen dan amoniak. Sedangkan pada tahap metanogenik adalah proses pembentukan gas metan. Biogas yang dihasilkan dapat ditampung dalam penampung plastik atau digunakan langsung pada kompor untuk memasak, menggerakan generator listrik, patromas biogas, penghangat ruang/kotak penetasan telur dll.
Dengan pemanfaatan limbah kotoran sapi yang semula menjadi masalah dapat bermanfaat. Bahkan, bila dikembangkan dengan baik dapat menjadi mata pencaharian baru bagi para peternak karena besarnya potensi yang dimiliki Indonesia. Selain itu, pemanfaatan limbah kotoran sapi juga dapat menyelamatkan lingkungan dari pencemaran serta pemanasan global karena dapat diolah sebagai biogas. Kurangnya kesadaran masyarakat dianggap sebagai faktor terbesar yang menyebabkan belum banyaknya pemanfaatan limbah ternak.
 
PEMBUATAN BIOGAS
PENDAHULUAN
Biogas atau sering disebut pula gas bio merupakan gas yang timbul jika bahan-bahan organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, atausampah direndam dalam air dan disimpan didalam tempat tertutup atauanaerob (tanpa udara). Biogas ini sebenarnya dapat pila terjadi pada kondisialami. Namun untuk mampercepat dan menampung gas ini, diperlukan alatyang memenuhi syarat terjadinya zat tersebut. Jika kotoran ternak yang yang telah dicapur air atau isian (slurry)dimasukkan kedalam alat pembuat biogas maka akan terjadi prosespembusukan yang terdiri dari dua tahap, yaitu proses aerobik dan prosesanarobik. Pada proses yang pertama diperlukan oksigen dan hasil prosesnyaberupa karbon dioksida (CO
2
). Proses ini berakhir setelah oksigen didalamalat ini habis. Selanjutnya proses pembusukan berlanjut pada tahap kedua(proses anaerobic). Pada proses yang kedua inilah biogas dihasilkan. Dengandemikian, untuk menjamin terjadinya biogas alat ini harus tertutup rapat,tidak berhubungan dengan udara luar sehingga tercipta kondisi hampa udara(tanpa udara).Biogas yang terbentuk dapat dijadikan bahan bakar karenamengandung gas metan (CH
4
) dalam prosesntasenya yang cukup tinggi (54 –70 %). Akibat lain yang ditimbulkan karena penggunaan kotoran ternaksebagai biogas adalah :1.Mengurangi ketergantungan pada pemakaian minyak yang jumlahnyaterbatas dan harganya mahal.2.Mengurangi dampak yang muncul dari polisi yang disebabkan olehkotoran.3.Dalam jangka panjang, diharapkan mampu mengurangi penggunaankayu sebagai bahan bakar sehingga kelestarian hutan menjadi lebihterjaga.4.Sisa campuran kotoran yang sudah tidak menghasilkan gas (sludge)dapat digunakan pupuk organik yang baik.
BAHAN-BAHAN
Bahan-bahan yang diperlukan dalam membuat peralatan adalah :1.3 buah drum (200 Liter) dan sebuah drum (120 liter). Bisa terbuat dariseng atau plastik.2.pipa dengan diameter 0,5 inchi (1,25 cm) dilengkapi dengan kran untuksaluran gas.
 
3.pipa dengan diameter 2 inchi (5 cm) untuk sdaluran isian danpembuangan.4.corong dengan dimeter ujung 2 inci, sebagai corong pemasukan.5.selang untuk penyaluran gas.
DESAIN ALAT
Cara membuat alat sebagai berikut :1.Tabung ProduksiDua drum (200 liter) dibuka salah satu sisinya, dengan sebuahdrum yang dibuka separo (0,5 diameter). Kemudian sisi yang terbukapenuh dan sisi yang terbuka sebagian tersebut disambungkan. Padasisi drum yang lain dibuat lubang masing-masing dengan diameter 5cm . Satu lubang dihubungkan dengan pipa pemasukan, dan lubangyang lain dengan pipa pembuangan (masing-masing pipa berdiameter5 cm). Dan perkuat tiap-tiap pipa tersebut dengan sebuh penopang.Usahakan ketinggian pipa pemasukan dengan sebuah corong, untukmempermudah proses pengisian, agar tidak terguling (menggelinding), sebaiknya tabung produksi diberi kaki penyangga, usahakan posisikedua pipa tegak keatas. Pada sisi atas tabung dibuat lubang dengandiameter 1,25 cm dan disambungkan dengan pipa seukuran yangsudah dipasang kran. Tabung produksi sudah jadi dan bisadihubungkan dengan tabung penyimpanan dengan selang melaluikran.2.Tabung penyimpanBuka salah satu sisi drum (120 liter dan 200 liter). Untuk drumkecil (120 Lt) pada sisi yang lain dibuat 2 lubang berdiameter 1,25 cm,satu lubang untuk pemasukan gas dan yang lain untuk pengeluaran.Sambungkan kedua lubang tersebut dengan pipa seukuran, dan untukpipa pengeluaran pasang kran. Letakkan drum besar dengan sisiterbuka menghadap keatas,lalu masukkan drum kecil dengan posisiterbalik. Tabung penyimpanan sudah jadi dan bisa diisi dengan air. Yang perlu diperhatikan dalam pembuatan alat adalah kekedapannya, jadi sebelum alat degunakan sebaiknya diuji drlr kekegapannya, kalauada yang bocor harus ditambal atau diganti 
Pia 0,5 inci dan kranPipa 2 inci dan coronguntuk pemasukanDrum 200 lt disambung degan pembatas seringgi ½ diameter 
 
½D
http://htmlimg2.scribdassets.com/8dan6looxsbhm0u/images/2-ba5f6ff99a.png
http://htmlimg2.scribdassets.com/8dan6looxsbhm0u/images/2-ba5f6ff99a.png
 
CARA PEMBUATAN :
1.Yang dilakukan pertama kali adalah membuat isian yaitu campuran darikotoran ternak yang masih segar dengan air dengan perbandingan 1 ;1,52.Aduk hingga rata dan bersihkan dari benda benda0benda lain yangmengkin terbawa.3.Masukkan isian ke dalam tabung produksi sampai penuh (ada yangkeluar dari pipa buangan)4.Buka kran pada tabung produksi, yang telah dihubungkan dengantabung penyimpan melalui sebuah selang.5.Masukkan air kedalam tabung penyimpan (drum 200 lt_ sampaiketinggian 50 cm.6.Masukkan drum kecil kedalamnya dan biarkan tenggelam sebagian. Jangan lupa tutup kran pembuangan gas.7.Setelah 3 minngu, gas mulai terbentuk ditandai dengan terangkatnyadrum kecil. Gas ini masih bercampur udara sehingga rawan meledak,karena itu harus dibuang dengan cara membuka kran pembuangan.Setelah habis, (ditandai dengan turunnya kembali drum kecil) makakran kembali ditutup. Dan berikutnya gas yang terbentuk sedah dapatdigunakan.8.Pengisian selanjutnya dapat dilakukan setiap hari, banyaknya sekitar20 liter.
Pengolahan Limbah Tahu Menjadi Biogas 22 Sep 2010 06:53 #295
By : Oliver Mangara Tua B (13307029)
Untuk memenuhi persyaratan tugas Topik Khusus A


Abstrak
Berbagai kasus pencemaran lingkungan dan memburuknya kesehatan masyarakat yang banyak terjadi dewasa ini diakibatkan oleh limbah cair dari berbagai kegiatan industri, rumah sakit, pasar, restoran hingga rumah tangga. Hal ini disebabkan karena penanganan dan pengolahan limbah tersebut kurang serius. berbagai teknik pengolahan limbah baik cair maupun padat unutk menyisihkan bahan polutannya yang telah dicoba dan dikembangankan selama ini belum memberikan hasil yang optimal. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka diperlukan suatu metode penanganan limbah yang tepat, terarah dan berkelanjutan.Salah satu metode yang dapat diaplikasikan adalah dengan cara BIO-PROSES, yaitu mengolah limbah organik baik cair maupun organik secara biologis menjadi biogas dan produk alternatif lainnya seperti sumber etanol dan methanol. Dengan metode ini, pengolahan limbah tidak hanya bersifat “penanganan” namun juga memiliki nilai guna/manfaat. Teknologi pengolahan limbah baik cair maupun padat merupakan kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan limbah cair dan limbah padat baik domestik maupun industri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara masyarakat setempat. Jadi teknologi yang dipilih harus sesuai dengan kemampuan teknologi masyarakat yang bersangkutan.

Salah satu limbah yang akan kita bahas di sini adalah limbah cair dari produksi tahu. Untuk teman-teman yang tidak tahu tahu itu apa, jangan panik. Ini gambar tahu.


Tahu adalah salah satu makanan tradisional yang biasa dikonsumsi setiap hari oleh orang Indonesia. Proses produksi tahu menhasilkan 2 jenis limbah, limbah padat dan limbah cairan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Pada umumnya, limbah padat dimanfaatkan sebagai pakan ternak, sedangkan limbah cair dibuang langsung ke lingkungan. Limbah cair pabrik tahu ini memiliki kandungan senyawa organik yang tinggi. Tanpa proses penanganan dengan baik, limbah tahu menyebabkan dampak negatif seperti polusi air, sumber penyakit, bau tidak sedap, meningkatkan pertumbuhan nyamuk, dan menurunkan estetika lingkungan sekitar.


Banyak pabrik tahu skala rumah tangga di Indonesia tidak memiliki proses pengolahan limbah cair. Ketidakinginan pemilik pabrik tahu untuk mengolah limbah cairnya disebabkan karena kompleks dan tidak efisiennya proses pengolahan limbah, ditambah lagi menghasilkan nilai tambah. Padahal, limbah cair pabrik tahu memiliki kandungan senyawa organik tinggi yang memiliki potensi untuk menghasilkan biogas melalui proses an-aerobik. Pada umumnya, biogas mengandung 50-80% metana, CO2, H2S dan sedikit air, yang bisa dijadikan sebagai pengganti minyak tanah atau LPG. Dengan mengkonversi limbah cair pabrik tahu menjadi biogas, pemilik pabrik tahu tidak hanya berkontribusi dalam menjaga lingkungan tetapi juga meningkatkan pendapatannya dengan mengurangi konsumsi bahan bakar pada proses pembuatan tahu.

Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhLaP8AQVl209lCqOcKR4VOEHvEvCUa9PL21uh_Q33cRkgo4RStUm_IVAyEug5kpp3F5E3iUtSk9Bc0kPdJrQGWsuW2tZDmcKvIJ5beMd-5GfK0hrQ6rv3eIu16-QyWpLGyy9Ei8oX9BnQ/s1600/1265546_rumahtangga1.jpg
Bahan baku yaitu dali limbah tahu cair menjadi Biogas

Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuatan tahu adalah cairan kental yang terpisah dari gumpalan tahu yang disebut air dadih. Cairan ini mengandung kadar protein yang tinggi dan dapat segera terurai. Limbah cair ini sering dibuang secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga menghasilkan bau busuk dan mencemari sungai. Sumber limbah cair lainnya berasal dari pencucian kedelai, pencucian peralatan proses, pencucian lantai dan pemasakan serta larutan bekas rendaman kedelai. Jumlah limbah cair yang dihasilkan oleh industri pembuat tahu kira-kira 15-20 l/kg bahan baku kedelai, sedangkan bahan pencemarnya kira-kira untuk TSS sebesar 30 kg/kg bahan baku kedelai, BOD 65 g/kg bahan baku kedelai dan COD 130 g/kg bahan baku kedelai (EMDI & BAPEDAL, 1994).

Pada industri tempe, sebagian besar limbah cair yang dihasilkan berasal dari lokasi pemasakan kedelai, pencucian kedelai, peralatan proses dan lantai. Karakter limbah cair yang dihasilkan berupa bahan organik padatan tersuspensi (kulit, selaput lendir dan bahan organik lain).

Industri pembuatan tahu dan tempe harus berhati-hati dalam program kebersihan pabrik dan pemeliharaan peralatan yang baik karena secara langsung hal tersebut dapat mengurangi kandungan bahan protein dan organik yang terbawa dalam limbah cair.

Penerapan Prinsip 3R pada Proses Pengolahan Limbah Tahu

· Reduce :

1. Pengolahan Limbah Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan, diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu. Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Bahan tersuspensi yang mudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak pengendap.

2. Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

3. Pengolahan Limbah Secara Biologi

Semua air buangan yang biodegradable dapat diolah secara biologi. Sebagai pengolahan sekunder, pengolahan secara nbiologi dipandang sebagai pengolahan yang paling murah dan efisien. Dalam beberapa dasawarsa telah berkembang berbagai metode pengolahan biologi dengan segala modifikasinya.
Pada dasarnya, reaktor pengolahan secara biologi dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu:

a. Reaktor pertumbuhan tersuspensi (suspended growth reaktor);

b. Reaktor pertumbuhan lekat (attached growth reaktor).

Di dalam reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikroorganisme tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi. Proses lumpur aktif yang banyak dikenal berlangsung dalam reaktor jenis ini. Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain: oxidation ditch dan kontak-stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditch mempunyai beberapa kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam). Proses kontak-stabilisasi dapat pula menyisihkan BOD tersuspensi melalui proses absorbsi di dalam tangki kontak sehingga tidak diperlukan penyisihan BOD tersuspensi dengan pengolahan pendahuluan.

· Reuse :

Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan tahu dapat digunakan sebagai alternatif pakan ternak. Hal tersebut dilakukan karena dalam ampas tahu terdapat kandungan gizi. Yaitu, protein (23,55 persen), lemak (5,54 persen), karbohidrat (26,92 persen), abu (17,03 persen), serat kasar (16,53 persen), dan air (10,43 persen). Salah satu alasannya, selain untuk mengurangi pencemaran lingkungan, khususnya perairan.

· Recycle :

Larutan bekas pemasakan dan perendaman dapat didaur ulang kembali dan digunakan sebagai air pencucian awal kedelai. Perlakuan hati-hati juga dilakukan pada gumpalan tahu yang terbentuk dilakukan seefisien mungkin untuk mencegah protein yang terbawa dalam air dadih.


MATERI
Perombakan (degradasi) limbah cair organik akan menghasilkan gas metana, karbondioksida dan gas-gas lain serta air. Perombakan tersebut dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Pada proses aerobik limbah cair kontak dengan udara, sebaliknya pada kondisi anaerobik limbah cair tidak kontak dengan udara luar.

Biasanya biogas dibuat dari limbah peternakan yaitu kotoran hewan ternak maupun sisa makanan ternak, namun pada prinsipnya biogas dapat juga dibuat dari limbah cair. Biogas sebenarnya adalah gas metana (CH4). Gas metana bersifat tidak berbau, tidak berwarna dan sangat mudah terbakar. Pada umumnya di alam tidak berbentuk sebagai gas murni namun campuran gas lain yaitu metana sebesar 65%, karbondioksida 30%, hidrogen disulfida sebanyak 1% dan gas-gas lain dalam jumlah yang sangat kecil. Biogas sebanyak 1000 ft3 (28,32 m3) mempunyai nilai pembakaran yang sama dengan 6,4 galon (1 US gallon = 3,785 liter) butana atau 5,2 gallon gasolin (bensin) atau 4,6 gallon minyak diesel. Untuk memasak pada rumah tangga dengan 4-5 anggota keluarga cukup 150 ft3 per hari.

Proses dekomposisi limbah cair menjadi biogas memerlukan waktu sekitar 8-10 hari. Proses dekomposisi melibatkan beberapa mikroorganisme baik bakteri maupun jamur, antara lain :

a. Bakteri selulolitik

Bakteri selulolitik bertugas mencerna selulosa menjadi gula. Produk akhir yang dihasilkan akan mengalami perbedaan tergantung dari proses yang digunakan. Pada proses aerob dekomposisi limbah cair akan menghasilkan karbondioksida, air dan panas, sedangkan pada proses anaerobik produk akhirnya berupa karbondioksida, etanol dan panas.

b. Bakteri pembentuk asam

Bakteri pembentuk asam bertugas membentuk asam-asam organik seperti asam-asam butirat, propionat, laktat, asetat dan alkohol dari subtansi-subtansi polimer kompleks seperti protein, lemak dan karbohidrat. Proses ini memerlukan suasana yang anaerob. Tahap perombakan ini adalah tahap pertama dalam pembentukan biogas atau sering disebut tahap asidogenik.

c. Bakteri pembentuk metana

Golongan bakteri ini aktif merombak asetat menjadi gas metana dan karbondioksida. Tahap ini disebut metanogenik yang membutuhkan suasana yang anaerob, pH tidak boleh terlalu asam karena dapat mematikan bakteri metanogenik.

BIAYA

* Biaya Langsung

- Biaya bahan baku : Kacang Kedelai, mikroorganisme atau bakteri pendukung proses pengolahan

* Biaya tidak Langsung : upah pekerja, perawatan peralatan.


ENERGI
Penggunaan limbah tahu cair sebagai bahan baku pembuatan biogas memanfaatkan bahan-bahan yang dapat diperbaharui seperti penggunaan bakteri atau mikroorganisme pada proses pengolahannya. Sehingga pada proses pengolahan tersebut dapat mengemat energi.


PRODUK BARU
Produk yang dihasilkan dari pengolahan limbah tahu cair adalah biogas. Bio gas sangat bermanfaat bagi alat kebutuhan rumah tangga/kebutuhan sehari-hari, misalnya sebagai bahan bakar kompor (untuk memasak), lampu, penghangat ruangan/gasolec, suplai bahan bakar mesin diesel, untuk pengelasan (memotong besi), dan lain-lain. Sedangkan manfaat bagi lingkungan adalah dengan proses fermentasi oleh bakteri anaerob (Bakteri Methan) tingkat pengurangan pencemaran lingkungan dengan parameter BOD dan COD akan berkurang sampai dengan 98% dan air limbah telah memenuhi standard baku mutu pemerintah sehingga layak di buang ke sungai. Bio gas secara tidak langsung juga bermanfaat dalam penghematan energi yang berasal dari alam, khususnya sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui (minyak bumi) sehingga sumber daya alam tersebut akan lebih hemat dalam penggunaannya dalam jangka waktu yang lebih lama lagi.

http://stat.kompasiana.com/files/2010/05/biogas_fixed_dome_illustration-300x205.jpghttp://www.tribunnews.com/foto/bank/images/limbah-tahu.jpg

sumber :
elkace-energi.blogspot.com/2010/09/limba...-menjadi-biogas.html
sugiyonotahu.blogspot.com/2010/03/blog-post.html
ekonomi.kompasiana.com/group/bisnis/2010...gy-dari-limbah-tahu/
xteknologi.blogspot.com/2010/08/biogas-dari-tahu.html
www.pekalongankab.go.id/web/index.php?op...id=694&Itemid=82
ariffadholi.blogspot.com/2010/04/pembuat...ari-limbah-tahu.html
www.koran-jakarta.com/berita-detail.php?id=54302
www.majalahenergi.com

Tidak ada komentar: