BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2. 1. Landasan Teori
2.1.1. Lingkungan kerja
1. Definisi Lingkungan Kerja
Definisi lingkungan kerja menurut Komarudin (2001: 87) adalah kehidupan sosial psikologi dan fisik dalam organisasi yang berpengaruh terhadap pekerjaan karyawan dalam melakukan tugasnya..
Jadi dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja adalah keadaan di sekitar para pekerja sewaktu pekerja melakukan tugasnya yang mana keadaan ini mempunyai pengaruh bagi pekerja pada waktu melakukan pekerjaannya dalam rangka menjalankan operasi perusahaan. Lingkungan kerja mempunyai makna yang penting bagi pekerja dalam menyelesaikan tugasnya.
Tujuan utama pengaturan lingkungan kerja adalah naiknya produktivitas perusahaan. Oleh karenanya pengadaan fasilitas lingkungan kerja yang baik adalah secukupnya saja, jangan sampai tenaga kerja merasa terlalu dimanja dalam bekerja, sehingga hasil yang dicapai tidak sesuai dengan yang diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, maka perencanaan dan pengaturan lingkungan kerja tidak dapat diabaikan begitu saja, karena hal itu berpengaruh pada jalannya operasi perusahaan.
2. Jenis lingkungan kerja
Siagian (2001:57) berpendapat bahwa lingkungan kerja ada dua macam, yaitu
1. Lingkungan kerja fisik
Ada beberapa kondisi fisik dari tempat kerja yang baik yaitu :
1) Bangunan tempat kerja disamping menarik untuk dipandang juga dibangun dengan pertimbangan keselamatan kerja.
2) Ruang kerja yang longgar dalam arti penempatan orang dalam suatu ruangan tidak menimbulkan perasaan sempit.
3) Tersedianya peralatan yang cukup memadai.
4) Ventilasi untuk keluar masuknya udara segar yang cukup.
5) Tersedianya tempat istirahat untuk melepas lelah, seperti kafetaria baik dalam lingkungan perusahaan atau sekitarnya yang mudah dicapai karyawan.
6) Tersedianya tempat ibadah keagamaan seperti masjid atau musholla, baik dikelompokkan organisasi maupun disekitarnya.
7) Tersedianya sarana angkutan, baik yang diperuntukkan karyawan maupun angkutan umum yang nyaman, murah dan mudah diperoleh.
2. Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah lingkungan kerja yang menyenangkan dalam arti terciptanya hubungan kerja yang harmonis antara karyawan dan atasan, karena pada hakekatnya manusia dalam bekerja tidak mencari uang saja, akan tetapi bekerja merupakan bentuk aktivitas yang bertujuan untuk mendapatkan kepuasan
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh suatu kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan dikatakan baik atau sesuai apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama. Lebih jauh lagi, Keadaan lingkungan yang kurang baik dapat menuntut tenaga dan waktu yang lebih banyak dan tidak mendukung diperolehnya rancangan sistem kerja yang efisien. Banyak faktor yang mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja.
Berikut ini beberapa faktor yang diuraikan Sedarmayanti (2001:21) yang dapat mempengaruhi terbentuknya suatu kondisi lingkungan kerja dikaitkan dengan kemampuan karyawan, diantaranya adalah :
1. Penerangan/cahaya di tempat kerja
2. Temperatur/suhu udara di tempat kerja
3. Kelembaban di tempat kerja
4. Sirkulasi udara di tempat kerja
5. Kebisingan di tempat kerja
6. Getaran mekanis di tempat kerja
7. Bau tidak sedap ditempat kerja
8. Tata warna di tempat kerja
9. Dekorasi di tempat kerja
10. Musik di tempat kerja
11. Keamanan di tempat kerja
Berikut ini akan diuraikan masing-masing faktor tersebut dikaitkan dengan kemampuan manusia, yaitu :
1. Penerangan/Cahaya di Tempat Kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi karyawan guna mendapat keselamatan dan kelancaran kerja. Oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada skhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit dicapai.
Pada dasarnya, cahaya dapat dibedakan menjadi empat yaitu :
a. Cahaya langsung
b. Cahaya setengah langsung
c. Cahaya tidak langsung
d. Cahaya setengah tidak langsung
2. Temperatur di Tempat Kerja
Dalam keadaan normal, tiap anggota tubuh manusia mempunyai temperatur berbeda. Tubuh manusia selalu berusaha untuk mempertahankan keadaan normal, dengan suatu sistem tubuh yang sempurna sehingga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di luar tubuh. Tetapi kemampuan untuk menyesuaikan diri tersebut ada batasnya, yaitu bahwa tubuh manusia masih dapat menyesuaikan dirinya dengan temperatur luar jika perubahan temperatur luar tubuh tidak lebih dari 20% untuk kondisi panas dan 35% untuk kondisi dingin, dari keadaan normal tubuh.
Menurut hasil penelitian, untuk berbagai tingkat temperatur akan memberi pengaruh yang berbeda. Keadaan tersebut tidak mutlak berlaku bagi setiap karyawan karena kemampuan beradaptasi tiap karyawan berbeda, tergantung di daerah bagaimana karyawan dapat hidup.
3. Kelembaban di Tempat Kerja
Kelembaban adalah banyaknya air yang terkandung dalam udara, biasa dinyatakan dalam persentase. Kelembaban ini berhubungan atau dipengaruhi oleh temperatur udara, dan secara bersama-sama antara temperatur, kelembaban, kecepatan udara bergerak dan radiasi panas dari udara tersebut akan mempengaruhi keadaan tubuh manusia pada saat menerima atau melepaskan panas dari tubuhnya. Suatu keadaan dengan temperatur udara sangat panas dan kelembaban tinggi, akan menimbulkan pengurangan panas dari tubuh secara besar-besaran, karena sistem penguapan. Pengaruh lain adalah makin cepatnya denyut jantung karena makin aktifnya peredaran darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen, dan tubuh manusia selalu berusaha untuk mencapai keseimbangan antar panas tubuh dengan suhu disekitarnya.
4. Sirkulasi Udara di Tempat Kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh mahluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metaboliasme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen, dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman di sekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan olah manusia. Dengan sukupnya oksigen di sekitar tempat kerja, ditambah dengan pengaruh secara psikologis akibat adanya tanaman di sekitar tempat kerja, keduanya akan memberikan kesejukan dan kesegaran pada jasmani. Rasa sejuk dan segar selama bekerja akan membantu mempercepat pemulihan tubuh akibat lelah setelah bekerja.
5. Kebisingan di Tempat Kerja
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki oleh telinga. Tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius bisa menyebabkan kematian. Karena pekerjaan membutuhkan konsentrasi, maka suara bising hendaknya dihindarkan agar pelaksanaan pekerjaan dapat dilakukan dengan efisien sehingga produktivitas kerja meningkat.
Ada tiga aspek yang menentukan kualitas suatu bunyi, yang bisa menentuikan tingkat gangguan terhadap manusia, yaitu :
a. Lamanya kebisingan
b. Intensitas kebisingan
c. Frekuensi kebisingan
Semakin lama telinga mendengar kebisingan, akan semakin buruk akibatnya, diantaranya pendengaran dapat makin berkurang.
6. Getaran Mekanis di Tempat Kerja
Getaran mekanis artinya getaran yang ditimbulkan oleh alat mekanis, yang sebagian dari getaran ini sampai ke tubuh karyawan dan dapat menimbulkan akibat yang tidak diinginkan. Getaran mekanis pada umumnya sangat menggangu tubuh karena ketidak teraturannya, baik tidak teratur dalam intensitas maupun frekwensinya. Gangguan terbesar terhadap suatu alat dalam tubuh terdapat apabila frekuensi alam ini beresonansi dengan frekwensi dari getaran mekanis. Secara umum getaran mekanis dapat mengganggu tubuh dalam hal :
a. Kosentrasi bekerja
b. Datangnya kelelahan
c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap : mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dan lain,lain.
7. Bau-bauan di Tempat Kerja
Adanya bau-bauan di sekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat menganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang menganggu di sekitar tempat kerja.
8. Tata Warna di Tempat Kerja
Menata warna di tempat kerja perlu dipelajari dan direncanakan dengan sebaik-baiknya. Pada kenyataannya tata warna tidak dapat dipisahkan dengan penataan dekorasi. Hal ini dapat dimaklumi karena warna mempunyai pengaruh besar terhadap perasaan. Sifat dan pengaruh warna kadang-kadang menimbulkan rasa senang, sedih, dan lain-lain, karena dalam sifat warna dapat merangsang perasaan manusia.
9. Dekorasi di Tempat Kerja
Dekorasi ada hubungannya dengan tata warna yang baik, karena itu dekorasi tidak hanya berkaitan dengan hasil ruang kerja saja tetapi berkaitan juga dengan cara mengatur tata letak, tata warna, perlengkapan, dan lainnya untuk bekerja.
10. Musik di Tempat Kerja
Menurut para pakar, musik yang nadanya lembut sesuai dengan suasana, waktu dan tempat dapat membangkitkan dan merangsang karyawan untuk bekerja. Oleh karena itu lagu-lagu perlu dipilih dengan selektif untuk dikumandangkan di tempat kerja. Tidak sesuainya musik yang diperdengarkan di tempat kerja akan mengganggu konsentrasi kerja.
11. Keamanan di Tempat Kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keberadaannya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan di tempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga Satuan Petugas Keamanan (SATPAM).
4. Indikator-indikator Lingkungan Kerja
Yang menjadi indikator-indikator lingkungan kerja menurut Sedarmayanti (2001:46) adalah sebagai berikut :
1. Penerangan
2. Suhu udara
3. Suara bising
4. Penggunaan warna
5. Ruang gerak yang diperlukan
6. Keamanan kerja
7. hubungan karyawan
2.1.2. Kompensasi
1. Definisi kompensasi
Kompensasi adalah semua pendapatan yang berbentuk uang atau barang langsung atau tidak langsung yang diterima karyawan sebagai imbalan atas jasa yang diberikan kepada perusahaan. Hasibuan, (2009:133)
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima para karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Handoko, (2010: 155)
Kompensasi bagi organisasi atau perusahaan berarti penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya melalui kegiatan yang disebut bekerja. Nawawi (2005: 315).
Upah adalah balas jasa yang dibayarkan kepada pekerja harian dengan berpedoman atas perjanjian yang telah disepakati membayarnya.. Hasibuan, (2009:133)
Gaji menurut Hasibuan, (2009:133) adalah balas jasa yang dibayar secara periodik kepada karyawan tetap serta mempunyai jaminan yang pasti
Menurut Robert dan Jackson, (2006:419) program kompensasi yang efektif dalam sebuah organisasi memiliki empat tujuan :
a. Kepatuhan pada hokum dan peraturan yang berlaku
b. Efektifitas biaya bagi organisasi
c. Keadilan internal, eksternal, dan individu bagi para karyawan
d. Peningkatan kinerja bagi organisasi
2. Jenis – Jenis Kompensasi
Penghargaan dapat berupa penghargaan intrinsik dan ekstrinsik. Penghargaan intrnsik sering meliputi pujian atas penyelesaian sebuah proyek atau pemenuhan tujuan kinerja. Penghargaan ekstrinsik adalah penghargaan yang nyata dan berupa penghargaan moneter dan non moneter. Robert dan Jackson. (2006:420). Ada dua jenis umum komponen nyata dari sebuah program kompensasi. Robert dan , Jackson. (2006:420).
Tabel 2.1 Komponen Program Kompensasi
Kompensasi | |
Langsung | Tidak Langsung |
Gaji pokok · Upah · Gaji Penghasilan tidak tetap · Bonus · Insentif · Opsi saham | Tunjangan · Asuransi kesehatan/jiwa · Cuti berbayar · Dana pension · Kompensasi pekerja · Lain-lain |
Sumber : Robert dan Jackson. (2006:420).
3. Tujuan Kompensasi
Tujuan pemberian kompensasi menurut Hasibuan, (2009:137) antara lain adalah :
a. Ikatan kerja sama
b. Kepuasan kerja
c. Pengadaan efektif
d. Motivasi
e. Stabilitas karyawan
f. Disiplin
g. Pengaruh serikat buruh
h. Pengaruh pemerintah
4. Tujuan-Tujuan Administrasi Kompensasi
Administrasi kompensasi mempunyai berbagai tujuan, yang mungkin saling bertentangan dan mengandung permasalahan “trade-offs”. Sebagai contoh, untuk mempertahankan karyawan dan menjamin keadilan, analis pengupahan dan penggajian harus membayar kompensasi yang sama besarnya untuk pekerjaan-pekerjaan yang sejenis. Tetapi bagian penarikan mungkin ingin menawarkan gaji yang lebih tinggi untuk memperoleh seorang pelamar yang”qualified”. Dalam kasus ini manajer personalia menghadapi “trade-offs” antara sasaran penarikan dengan sasaran konsistensi. Secara terinci tujuan-tujuan yang hendak dicapai melalui administrasi kompensasi menurut Handoko (2010: 156) dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Memperoleh personalia yang qualified
Kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para pelamar. Karena perusahaan-perusahaan bersaing dalam pasar tenaga kerja, tingkat pengupahan harus sesuai dengan kondisi suplai dan permintaan tenaga kerja. Kadang-kadang tingkat gaji yang relatif tinggi diperlukan untuk menarik para pelamar cakap yang sudah diberbagai perusahaan lain.
2. Mempertahankan para kaeyawan yang ada sekarang
Bila tingkat kompensasi tidak kompetitip, niscaya banyak karyawan yang baik akan keluar. Untuk mencegah perputaran karyawan, pengupahan harus tetap dijaga agar tetap kompetitip dengan perusahaan-perusahaan lain.
3. Menjamin keadilan
Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk memenuhi prinsip keadilan. Keadilan atau konsistensi internal dan eksternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan tingkat kompensasi. Prinsip keadilan dalam administrasi kompensasi akan dibahas dibelakang.
4. Menghargai perilaku yang diinginkan
Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan, tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai melalui rencana kompensasi yang efektif.
5. Mengendalikan biaya-biaya
Suatu program yang rasional membantu organisasi untuk mendapatkan dan mempertahankan sumber daya manusia pada tingkat biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian sistematik organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau lebih (overpay) kepada para karyawannya.
6. Memenuhi peraturan-peraturan legal
Seperti aspek-aspek manajemen personalia lainnya, administrasi kompensasi menghadapi batasan-batasan legal. Program kompensasi yang baik memperhatikan kendala-kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah yang mengatur kompensasi karyawan.
5. Tantangan-Tantangan yang Mempengaruhi Kebijaksanaan Kompensasi
Penentuan besarnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa tantangan. Implikasi ketergantungan ini bisa memaksa departemen personalia untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian lebih lanjut terhadap kebijaksanaan kompensasi perusahaan. Menurut Handoko (2010: 158) tantangan-tantangan tersebut adalah :
1. Suplai dan permintaan tenaga kerja
Beberapa jenis pekerjaan mungkin harus dibayar lebih tinggi daripada yang ditunjukan oleh nilai relatipnya karena desakan kondisi pasar. Sebagai contoh, pada tahun 1970-an, kelangkaan tenaga akuntan menyebabkan perusahaan harus memberikan tunjangan kelangkaan disamping kompensasi dasar untuk memperoleh tenaga akuntan.
2. Serikat karyawan
Lemah atau kuatnya serikat karyawan mencerminkan kemampuan organisasi karyawan tersebut untuk menggunakan kekuatan pengaruh mereka pada penentuan tingkat kompensasi. Semakin kuat kekuatan serikat berarti semakin kuat posisi perundingan karyawan dalam penetapan tingkat upah mereka.
3. Produktivitas
Perusahaan harus memperoleh laba untuk menjaga kelangsungan hidup dan tumbuh. Tanpa hal ini perusahaan tidak akan bisa lagi bersaing. Oleh karena itu, perusahaan tidak dapat membayar para karyawannya melebihi kontribusi mereka kepada perusahaan melalui produktifitas mereka. Bila ini terjadi (bisa karena kelangkaan atau kekuatan serikat karyawan), perusahaan biasanya merancang kembali pekerjaan-pekerjaan, melatih para karyawan baru untuk menaikan suplai, atau melakukan otomatisasi.
4. Kesediaan untuk membayar
Bukan merupakan suatu pernyatiaan yang berlebihan bahwa perusahaan sebenarnya ingin membayar kompensasi secara adil dan layak. Oleh karena itu, perusahaan juga merasa bahwa para karyawan seharusnya melakukan pekerjaan sesuai dengan upah yang mereka terima. Manajemen perlu mendorong para karyawan untuk meningkatkan produktivitas mereka agar kompensasi yang lebih tinggi dapat dibayarkan.
5. Kemampuan untuk membayar
Tanpa memperhatikan semua faktor lainnya, dalam jangka panjang, relasiasi pemberian kompensasi tergantung pada kemampuan membayar perusahaan. Seperti telah disebutkan diatas, kemampuan membayar tergantung pada pendapatan dan laba yang diraih, dimana hal ini dipengaruhi oleh produktivitas karyawan yang tercermin dalam biaya tenaga kerja.
6. Berbagai kebijaksanaan pengupahan dan penggajian
Hamper semua organisasi mempunyai kebijaksanaan-kebijaksanaan yang mempengaruhi pengupahan dan penggajian. Salah satu kebijaksanaan yang umum adalah memberikan kenaikan upah yang sama besarnya kepada para karyawan anggota serikat buruh maupun karyawan yang bukan anggota serikat. Banyak perusahaan mempunyai kebijaksanaan pembayaran bonus (premium) diatas upah dasar untuk meminimumkan perputaran karyawan atau untuk menarik para karyawan terbaik. Perusahaan-perusahaan lain mungkin juga menetapkan kenaikan kompensasi secara otomatis bila indeks biaya naik.
7. Kendala-kendala pemerintah
Tekanan-tekanan eksternal dari pemerintah dengan segala peraturannya mempengaruhi penetapan kompensasi perusahaan. Peraturan upah minimum, upah kerja lembur, dan pembatasan umur untuk tenaga kerja anak-anak merupakan beberapa contoh kendala kebijaksanaan kompensasi yang berasal dari pemerintah.
6. Keadilan dan Kompensasi
Perusahaan harus memperhatikan prinsip keadilan dalam penetapan kebijaksanaan kompensasinya. Menurut Handoko (2010: 160) bila seorang karyawan menerima kompensasi dari perusahaan, persepsi keadilan dipengaruhi oleh dua faktor :
1. Ratio kompensasi dengan masukan-masukan (inputs) seseorang yang berupa tenaga, pendidikan, pengalaman, latihan, daya tahan, dan sebagainya.
2. Perbandingan ratio tersebut dengan ratio-ratio yang diterima orang-orang lain dengan siapa kontak langsung selalu terjadi
Keadilan biasanya ada bila seorang karyawan memandang ratio penghasilannya terhadap masukan-masukan adalah seimbang (ekuilibrium), baik secara internal maupun dalam hubungannya dengan karyawan-karyawan lain.
Keadilan atau kompensasi berarti bahwa besarnya kompensasi harus dikaitkan dengan nilai relative pekerjaan-pekerjaan. Dengan kata lain, pekerjaan-pekerjaan sejenis memperoleh pembayaran yang sama.sedangkan keadilan atau konsistensi eksternal menyangkut pembayaran kepada para karyawan pada tingkat yang layak atau sama dengan pembayaran yang diterima para karyawan yang serupa diperusahaan-perusahaan lain. Ketidak puasan sebagian besar karyawan terhadap besarnya kompensasi sering diakibatkan adanya perasaan tidak diperlakukan dengan adil dan layak dalam pembayaran mereka.
Pada umumnya karyawan akan menerima perbedaan kompensasi yang berdasarkan pada perbedaan-perbedaan tanggung jawab, kemampuan , pengetahuan, produktivitas, atau kegiatan-kegiatan manajerial. Perbedaan pembayaran atas dasar ras, kelompok etnis, atau jenis kelamin, dilarang oleh hukum dan kebijaksanaan umum
7. Pendekatan Kompensasi
Berbagai pendekatan kompensasi menurut Robert dan Jackson. (2006:424) ada dua yaitu pendekatan Kompensasi Tradisional dan Pendekatan Penghargaan Total.
Tabel 2.2. Pendekatan Kompensasi
Sumber : Robert dan Jackson. (2006:424)
8. Metode Kompensasi
Metode kompensasi menurut Hasibuan, (2009:137) dikenal metode tunggal dan metode jamak.
1. Metode tunggal
Metode tunggal yaitu suatu metode yang dalam penetapan gaji pokok hanya didasarkan atas ijasah terakhir dari pendidikan formal yang dimiliki karyawan
2. Metode jamak
Metode jamak yaitu suatu metode yang dalam gaji pokok didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti ijasah, sifat pekerjaan, pendidikan informal, bahkan hubungan keluarga ikut menentukan besarnya gaji pokok seseorang.
9. Proses Kompensasi
Proses kompensasi adalah suatu jaringan berbagai sub proses yang komplek dengan maksud untuk memberikan balas jasa kepada karyawan bagi pelaksanaan pekerjaan dan untuk memotivasi mereka agar mencapai tingkat prestasi kerja yang diinginkan. Handoko (2010: 161).
2.1.3. Budaya Organisasi
1. Pengertian Budaya Organisasi
Menurut Sigit (2003: 256) budaya organisasi adalah kebersamaan para anggota organisasi untuk memiliki cirri-ciri khas, berlaku lama, berbeda dari organisasi lain, dan diajarkan dari generasi ke generasi berikutnya
2. Pembentukan Budaya Organisasi.
Menurut Wahjono (2010:34), beberapa karakteristik pembentuk budaya organisasi, diantaranya ialah:
1. Inovasi dan pengambilan resiko. Sejauh mana karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
2. Perhatian kerincian. Sejauhmana karyawan diharapkan memperlihatkan presisi (kecermatan), analisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil. Sejauh mana manajemen menusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil itu.
4. Orientasi orang. Sejauh mana keputusan maanajemen memperhitungkan efek hasil-hasil pada orang-orang didalam organisasi itu.
5. Orientasi tim. Sejauh mana kegiatan kerja diorganisasikan sekitar tim-tim, bukannya individu-individu.
6. Keagresifan, sejauh mana orang-orang itu agresif dan kompetitif bukannya santai-santai.
7. Kemantapan. Sejauh mana kegiatan organisasi menekankan dipertahankannya status quo dari pada pertumbuhan.
Menurut Wahjono (2010:36), secara umum pembentukan budaya organisasi melibatkan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Seorang pendiri mempunyai ide untuk pembentukan organisasi baru.
2. Pendiri menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki kesamaan visi.
3. Kelompok inti bergerak merealisasikan ide dan melengkapi segala sesuatu sehingga organisasi bisa berjalan dengan baik dengan mencari dana, memperoleh hak paten, badan hokum menentukan tempat usaha, dan sebagainya.
4. Pendiri dan kelompok inti secara bersama-sama membangun kebiasaan yang bertujuan untuk membangun dan membesarkan organisasi dengan kebiasaan positif dan produktif.
5. Pembiasaan positif berjalan terus sehingga menjadi sesuatu yang inheren dengan gerak dan tingkah laku seluruh organisasi sehingga tanpa disadari kebiasaan-kebiasaan itu telah melembaga menjadi budaya organisasi.
Peran budaya organisasi terhadap organisasi, anggota organisasi, dan mereka yang berhubungan dengan organisasi. Wirawan (2008:35).
1. Identitas organisasi
2. Menyatukan organisasi
3. Reduksi konflik
4. Komitmen kepada organisasi dan kelompok
5. Reduksi ketidak pastian
6. Menciptakan konsistensi
7. Motivasi
8. Kinerja organisasi
9. Keselamatan kerja
10. Sumber keunggulan kompetitif
3. Tanda-tanda budaya organisasi yang kuat
Menurut Sigit (2003: 261) budaya organisasi dikatakan kuat, jika nilai-nilai budaya itu disadari, dipahami, dan diikuti serta dilaksanakan oleh sebagian besar anggota organisasi. Ada tanda-tanda bahwa suatu budaya itu kuat. Sigit (2003:261):
1. Nilai-nilai budaya saling menjalin, tersosialisasikan dan meng-internalisasikan pada para anggota.
2. Perilaku anggota ( karyawan) terkendalikan dan terkoordinasikan oleh kekuatan yang tak tampak (invisible) atau informal.
3. Para anggota (karyawan) merasa commited dan loyal pada organisasi
4. Ada partisipas para karyawan kepada organisasi
5. Semua kegiatan berorientasi pada misi dan tujuan
6. Ada ‘shared meaning’ atau kebersamaan mengenai sesuatuyang dipandang berarti bagi para karyawan
7. Para anggota (karyawan) tahu apa yang dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan
8. Ada perasaan rewarding pada para anggota (karyawan), karena diakui dan dihargai martabat dan kontribusinya.
9. Budaya yang berlaku sesuai dengan strategi dan menopang tujuan organisasi
4. Mencocokan karyawan dengan budaya organisasi
Sumber paling akhir dari budaya organisasi adalah pendirinya. Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendirinya mempekerjakan dan menjaga karyawan yang berfikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berfikir dan merasa mereka. Dan akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai dan asumsi-asumsi mereka. Bila organisasi berhasil, visi pendiri jadi terlihat sebagaisuatu penentu utama keberhasilan. Pada titik inikeseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi. Wahjono (43-44).
Budaya diteruskan kepada karyawan dalam sejumlah ragam, yang paling ampuh adalah cerita, ritual, lambing-lambang yang bersifat kebendaan dan bahasa. Wahjono (2010: 44-45).
a. Cerita
Cerita ini khususnya berisis dongeng dari peristiwa mengenai budaya organisasi, pelanggaran aturan, sukses dari si miskin ke kaya, pengurangan angkatan kerja, lokasi karyawan, reaksi terhadap kesalahan masa lalu, dan mengatasi masalah organisasi. Cerita-cerita ini menautkan masa kini pada masa lampau dan memberikan penjelasan dan pengesahan untuk praktik-praktik dewasa ini.
b. Ritual
Ritual merupakan deretan berulang dari kegiatan yang mengungkapkan dan memperkuat nilai-nilai utama organisasi, tujuan apakah yang paling penting, orang-orang manakah yang penting dan manakah yang dapat dikorbankan
c. Lambang Materi
Tata letak dari markas besarperusahaan, tipe mobil yang diberikan kepada eksekutif puncak, dan ada tidaknya pesawat terbang korporasi merupakan beberapa contoh dari lambing materi. Lambing materi ini menyampaikan kepada karyawan siapa yang penting, sejahmana egalitarianism yang diinginkan oleh eksekutif puncak dan jenis perilaku yang tepat.
d. Bahasa
Banyak organisasi dan unit didalam organisasi menggunakan bahasa sebagai suatu cara untuk mengidentifikasi anggota suatu budaya atau sub budaya. Dengan mempelajari budaya ini anggota membuktikan penerimaan mereka akan budaya itu dan berbuat seperti itu, membantu melestarikan.di Negara dengan beragam bahasa, maka satu bahasa biasanya akan dipakai sebagai focus komunikasi untuk lintas kultural. Melalui bahasa orang dapat memperoleh empati dan simpati orang lain.
5. Mengubah budaya organisasi
Menurut Sigit (2003:262) mengubah budaya organisasi dapat dilakukan dengan salah satu pendekatan berikut:
1. Pendekatan agresif. Dengan pendekatan agresif pimpinan mengganti nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru yang sifatnya memaksa dan menggunakan kekerasan. Dengan menggunakan pendekatan ini tentu terjadi pusat-pusat konflik dan non kolaboratif, karena dilakukan secara sepihak. Ada dua kemungkinan hasilnya, menang atau kalah.
2. Pendekatan concilliative (damai). Cara ini dilakukan sedikit demi sedikit, tahap demi tahap, tidak dramatis, dan tidak terasa sudah terjadi perubahan. Dengan menggunakan pendekatan ini memakan waktu lama, karena dilakukan tidak serentak, dipilih-pilih mana yang perlu di dahulukan dan mana yang baru kemudian di ubah, atas dasar alas an untuk menghindari konflik-konflik yang dapat merusak organisasi.
3. Pendekatan corrosive. Pendekatan ini menggunakan taktik dan proses politik, yaitu dengan membagi kekuasaan dengan orang-orang tertentu yang ditempatkan untuk menguasai bagian-bagian tertentu. Para pejabat baru ini diberi tugas baru yang pada hakikatnya diberi tugas untuk mengganti nilai-nilai lama dengan nilai-nilai baru.
4. Pendekatan indroktrinatif. Pendekatan ini menggunakan pelatihan dan pendidikan, dengan fokus pada konsep pengubahan budaya organisasi melalui proses belajar. Ini dilakukan secara bertahap dimulai eselon atas bertahap ke bawah secara kontinu.
Dari empat cara pendekatan itu mana yang akan dipilih tergantung pada situasi dan kondisi, yaitu sejauh mana kekuatan budaya lama, sejauh manakah kekuatan pimpinan, sejauh manakah reaksi para anggota organisasi, dan bagaimanakah keadaan lingkungan organisasi mendukung atau tidak. Ini perlu dipelajari terlebih dahulu, sebelum memutus pendekatan mana yang akan digunakan.
2.1.4. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Hasibuan (2003:169) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah cara seorang pemimpin mempengaruhi perilaku bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok untuk pencapaian tujuan (Robbins, 2002;38)
2. System pengaruh
Pengaruh adalah setiap perubahan perilaku seeorang atau kelompok karena antisipasi tanggapan orang lain. Handoko (2010: 171). Suatun system pengaruh melibatkan peranan orang yang mempengaruhi dan orang yang dipengaruhi.istilah pengaruh seringkali dipakai dalam hubungannya dengan istileh lain seperti kekuasaan dan / atau wewenang.
Kekuasaan adalah potensi untuk mempengaruhi cirri-ciri yang didukung oleh alat untuk memaksakan kepatuhan. Handoko (2010: 171). Wewenang adalah kekuasaan yang sah; kekuasaan dimiliki seseorang karena peranannya, posisinya dalam suatu struktur social yang terorganisasi. Handoko (2010: 171).
3. Cara-cara mempengaruhi perilaku
Sebuah spektrum cara-cara mempengaruhi perilaku dapat dilihat pada tebel berikut ini.
Tabel. 2.3 spektrum cara-cara mempengaruhi perilaku
Tiru | Saran | Bujuk | Paksa |
1. Berusaha menyamai atau melebihi 2. Meniru dengan usaha menyamai 3. Mendekati atau mencapai kesamaan | Menempatkan atau menempatkan ide, usul rencana kepada seseorang untuk dipertimbangkan atau untuk kemungkinan tindakan | Membujuk seseorang dengan advis, desakan, alas an, atau doronganuntuk melakukan sesuatu (bukan dengan paksanaan) | 1. Memaksakan kendala 2. Mewajibkan 3. Tekanan fisik atau kompresi |
Sumber: Handoko (2010: 171)
Tiru tidak membutuhkan kontak langsung antara individu-individu; namun ia merupakan pengaruh yang kuat terhadap perilaku. Tokoh-tokoh masyarakat (misalnya atlet atau pejabat yang dipilih) biasanya menyadari banyak masyarakat meniru perilaku merka. Tiru merupakan fenomena yang lebih halus dari pada yang ditunjukan oleh tokoh-tokoh terkenal kita. Dalam organisasi, para peserta mengenal pola perilaku teman sekerja dan berbagai eksekutif. Beberapa individu jadi model dan pola perilaku mereka ditiru oleh yang lain yang berharap mencapai sukses yang sama.
Saran merupakan interaksi langsung dan sadar antara individu-individu atau antara seseorang dengan sebuah kelompok. Ini merupakan usaha eksplisit untuk mempengaruhi perilaku dengan mengemukakan idea tau menyokong suatu jalan tindakan tertentu biasanya mode ini dipakai jika beberapa pola perilaku alternatif untuk individu atau kelompok itu dapat diterima, dan yang mempengaruhi hanya menyarankan pola tersebuit.
Bujukan mengandung arti mendesak dan menggunakan dorongan untuk membangkitkan tanggapan yang diinginkan. Ia meliputi lebih banyak tekanan dari pada saran saja, tetapi kurang dari tipe paksaan.
Paksaan meliputi kendala paksa, termasuk penggunaan tekanan fisik. “kami akan terpaksa melakukan pelintiran tangan (arm-twisting)”adalah ungkapan figurative yang lazim untuk menggambarkan metode bujukan yang didasarkan atas tekanan fisik.
4. Peranan pemimpin dalam organisasi
Pemimpin dalam suatu organisasi memainkan peranan yang sangat penting tidak hanya secara internal bagi organisasi tetapi juga dalam berbagai pihak diluar organisasi yang semua dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan organisasi dalam mencapai tujuannya.
Menurut Miftah Thoha (2004: 265-273).Peranan tersebut dibagi dalam tiga bentuk yaitu :
1. Peranan hubungan antar pribadi
Di mana pemimpin melakukan aktivitas-aktivitas yang sering dilaksanakan dalam peranan ini antara lain kegiatan-kegiatan seremonial sehubungan dengan jabatan yang melekat pada diri manajer. Status menghendaki manajer harus mau menerima undanganundangan, mendatangi upacara-upacara dll yang bersifat seremonial. Karena manajer mempunyai jabatan yang tinggi, maka aksesnya manajer tersebut harus selalu mau mengadakan kontak tertentu pada pihak-pihak luar. Hubungan antarpribadi ini mau tidak mau harus dijalankan oleh manajer sebagai suatu peranannya.
2. Peranan yang berhubungan dengan informasi
Peranan interpersonal di atas meletakkan manajer pada posisi yang unik dalam hal mendapatkan informasi. Hubungan-hubungan keluar membawa padanya mendapatkan informasi yang spesial dari lingkungan luarnya, dan kegiatan-kegiatan kepemimpinannya membuat manajer sebagai pusat informasi bagi organisasinya.
Peran tersebut mengambil tiga bentuk :
a. Sebagai monitor, peranan ini mengidentifikasikan seorang manajer sebagai penerima dan pengumpul informasi, agar ia mampu untuk mengembangkan suatu pengertian yang baik dari organisasi yang dipimpinnya dan mempunyai pemahaman yang komplit tentang lingkungannya. Manajer mencari informasi itu agar ia mampu untuk mendikte perubahan-perubahan, mengidentifikasikan persoalan-persoalan dan kesempatan-kesempatan yang ada, untuk membangun pengetahuan tentang lingkungannya, untuk keperluan pembuatan keputusan. Dengan demikian manajer akan memperoleh informasi seluas mungkin dari berbagai sumber baik dari luar maupun dari dalam organisasinya.
b. Sebagai pembagi (disseminator), peranan ini melibatkan manajer untuk menangani proses transmisi dari informasi-informasi ke dalam organisasi yang dipimpinnya. Ia melakukan penyampaian informasi dari luar ke dalam organisasinya, dan informasi yang berasal dari bawahan atau stafnya ke bawahan atau staf lainnya.
c. Sebagai juru bicara (Spokesman), peranan ini membuat manajer harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya, terutama menyangkut informasi tentang rencana, kebijakan, tindakan dan hasil yang telah dicapai oleh organisasi. Peranan ini dimainkan manajer untuk penyampaian informasi keluar lingkungan organisasinya beanya dengan disseminator ialah spokesman ini pemberian informasinya keluar, untuk lingkungannya, sedangkan disseminator hanya ke dalam organisasi.
3. Peranan Pembuat Keputusan
Peranan ini adalah yang paling rumit, peranan ini membuat manajer harus terlibat dalam suatu proses pembuatan strategi di dalam organisasi yang dipimpinnya. Proses pembuatan strategi ini secara sederhana dinamakan sebagai suatu proses yang menjadikan keputusan-keputusan organisasi dibuat secara signifikan dan berhubungan.
Peranan ini meliputi empat bentuk :
1. Peranan sebagai entrepreneur, dalam peranan ini manajer mampu mengkaji terus menerus situasi yang dihadapi oleh organisasi, untuk mencari dan menemukan peluang yang dapat di manfaatkan meskipun kajian itu sering menuntut terjadinya perubahan dalam organisasi.
2. Peranan sebagai penghalau gangguan, peranan ini membawa manajer untuk bertanggung jawab terhadap organisasi ketika organisasinya terancam bahaya, misalnya : akan dibubarkan, terkena gossip, isu-isu kurang baik dbs. berarti harus ada kesediaan dari manajer untuk memikul tanggung jawab dan mengambil tindakan korektif, apabila organisasi menghadapi gangguan bila tidak ditangani akan berdampak serius.
3. Peranan sebagai pembagi sumber dana. Membagi sumber dana adalah suatu proses pembuatan keputusan. Di sini manajer diminta memainkan peranan untuk memutuskan ke mana sumber dana akan didistribusikan ke bagian-bagian dari organisasinya.
4. Peranan sebagai negosiator, peranan ini meminta kepada manajer untuk aktif berpartisipasi dalam arena negosiasi. Dari waktu ke waktu organisasi akan mendapatkan dirinya selalu terlibat dalam kancah negosiasi ini dengan pihak-pihak lain di luar organisasi, ataupun dengan pars individu di dalam organisasinya.
5. Gaya Kepemimpinan
Macam-macam gaya kepemimpinan menurut Siagian (2001:27), dibedakan menjadi ada 5 tipe yaitu:
1. Tipe pemimpin yang otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik ialah seorang pemimpin yang:
a. Mengangap organisasi sebagai milik pribadi
b. Mengidentikan tujuan pribadidengan tujuan organisasi
c. Mengangap bawahan sebagai alat semata-mata
d. Tidak mau menerima kritik,saran dan pendapat
e. Terlalu tergantung pada kekuasaan formalnya
f. Dalam tindaknya penggerakannya sering mempergunakan approch yang mengandung unsur paksaan dan punitif (bersifat menghukum).
2. Tipe pemimpin yang militeristik
Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dengan seorang pemimpin tipe militeristik berbeda dengan seorang pemimpin modern. Pemimpin yang bertipe militeristik ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat:
a. Dalam menggerakan bawahannya sistem perintah yang lebih sering
dipergunakan
b. Dalam menggerakan bawahannya senang bergantung kepada pangkat dan jabatan
c. Senang kepada formalitas yang berlebih-lebihan
d. Menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan
e. Menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan
3. Tipe pemimpin yang paternalistik
Pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistik ialah seorang:
a. Menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa
b. Bersikap terlalu melindungi
c. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
keputusan
d. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil
inisiatif
e. Jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya.
f. Sering bersikap mau tahu
4. Tipe pemimpin yang kharismatik
Harus diakui bahwa untuk keadaan tertentu seorang pemimpin yang demikian sangat diperlukan, akan tetapi sifatnya yang negatif mengalahkan sifatnya yang positif. Hingga sekarang ini belum berhasil ditemukan sebab-sebab mengapa seorang pemimpin memiliki kharisma, yang diketahui ialah bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa menjadi pengikut pemimpin itu.
5. Tipe pemimpin yang demokratik.
Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern karena:
a. Ia senang menerima saran, pendapat dan bahkan kritik dari bawahan
b. Selalu berusaha mengutamakan kerjasama teamwork dalam usaha mencapai tujuan.
c. Selalu berusaha menjadikan lebih sukses dari padanya
d. Selalu berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin
2.1.5. Kinerja
1. Definisi Kinerja
Menurut Mangkunegara (2000: 67), kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai tanggungjawab yang diberikan kepadanya.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Adapun tujuan penilaian kinerja menurut (Dharma, 2001 : 150) adalah sebagai berikut :
1. Pertanggungjawaban
Apabila standard dan sasaran digunakan sebagai alat pengukur pertanggungjawaban, maka dasar untuk pengambilan keputusan kenaikan gaji atau upah, promosi, penugasan khusus, dan sebagainya adalah kualitas hasil pekerjaan karyawan yang bersangkutan.
2. Pengembangan
Jika standard dan sasaran digunakan sebagai alat untuk keperluan pengembangan, hal itu mengacu pada dukungan yang diperlukan karyawan dalam melaksanakan pekerjaan mereka. Dukungan itu dapat berupa pelatihan, bimbingan, atau bantuan lainnya.
3. Manfaat Penilaian Kinerja
Setiap karyawan dalam melaksanakan kewajiban atau tugas merasa bahwa hasil kerja mereka tidak terlepas dari penilaian atasan baik secara langsung maupun tidak langsung. Penilaian kinerja digunakan untuk mengetahui kinerja seorang karyawan.
Menurut (Rivai,2005 : 55 ) manfaat penilaian kinerja adalah :
1. Manfaat bagi karyawan yang dinilai antara lain :
a. Meningkatkan motivasi
b. Meningkatka kepuasaan kerja
c. Adanya kejelasan standar hasil yang diharapkan
d. Adanya kesempatan berkomunikasi ke atas
e. Peningkatan pengertian tentang nilai pribadi
2. Manfaat bagi penilai
a. Meningkatkan kepuasan kerja
b. Kesempatan untuk mengukur dan mengidentifikasikan kecenderungan kinerja karyawan
c. Meningkatkan kepuasan kerja baik dari para manajer ataupun karyawan
d. Sebagai sarana meningkatkan motivasi karyawan
e. Bisa mengidentifikasikan nkesempatan untuk rotasi karyawan
3. Manfaat bagi perusahaan
a. Perbaiki seluruh simpul unit-unit yang ada dalam perusahaan
b. Meningkatkan kualitas komunikasi
c. Meningkatkan motivasi karyawan secara keseluruhan
d. Meningkatkan pandangan secara luas menyangkut tugas yang dilakukan untuk masing-masing karyawan
4. Unsur-Unsur Penilaian Kinerja
Unsur-unsur yang digunakan dalam penilaian kinerja karyawan Menurut (Hasibun, 2002: 59) unsur-unsur penilaian kinerja adalah sebagai berikut:
a. Prestasi
Penilaian hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan karyawan.
b. Kedisiplinan
Penilaian disiplin dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan intruksi yang diberikan kepadanya.
c. Kreatifitas
Penilaian kemampuan karywan dalam mengembangkan kreatifitas untuk menyelesaikan pekerjaannya sehingga dapat bekerja lebih berdaya guna dan berhasil guna.
d. Bekerja sama
Penilaian kesediaan karyawan berpartipasi dan bekerja sama dengan karyawan lain secara vertikal atau horizontal didalam maupun diluar sehingga hasil pekerjaannya lebih baik.
e. Kecakapan
Penilaian dalam menyatukan dan melaraskan bermacam-macam elemen yang terlibat dalam menyusun kebijaksanaan dan dalam situasi manajemen.
f. Tanggung jawab
Penilaian kesediaan karyawan dalam memper tanggung jawabkan kebijaksanaannya, pekerjaan dan hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang digunakan, serta perilaku pekerjaannya.
5. Pelaku Penilaian Kinerja
Menurut (Robbins, 2006 :687) dalam penilaian kinerja terdapat beberapa pilihan dalam penentuan mengenai yang sebaiknya melakukan penilaian tersebut antara lain :
1. Atasan langsung
semua hasil evaluasi kinerja pada tingkat bawah dan menengah pada umumnya dilakukan oleh atasan langsumg karyawan tersebut.
2. Rekan sekerja
evaluasi ini merupakan salah satu sumber paling handal dari penilaian. Alasan rekan sekerja yang tindakan dimana interaksi sehari-hari memberi pandangan menyeluruh terhadap kinerja dalam pekerjaannya.
3. Pengevaluasi diri sendiri
mengevaluasi kinerja mereka sendiri apakah sudah konsisiten dengan nilai-nilai, dengan sukarela dan pemberian kuasa.
4. Bawahan lansung
evaluasi bawahan langsung dapat memberikan informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku seorang manajer, karena lazimnya penilaian y yang mempunyai kontak yang sering dinilai.
5. Pendekatan menyeluruh
pendekatan ini memberikan umpan balik kinerja dari lingkungan penuh kontas sehari-hari yang mungkin dimiliki karyawan, yang disekitar personal, ruang surat sampai kepelanggan atasan rekan sekerja.
6. Prinsip dasar penilaian kinerja
Menurut Mangkunegara (2010: 13) secara singkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi kinerja sebagai berikut:
1. Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja. Jadi bukan semata-mata menyelesaikan persoalan itu sendiri, namun pimpinan dan karyawan mampu menyelesaikan persoalannya dengan baik setiap saat, setiap ada persoalan baru. Jadi yang penting adalah kemampuannya.
2. Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya dari hasil diskusi antar karyawan dengan penyelia langsung, suatu diskusi yang kontruktif untuk mencari jalan yang terbaik dalam meningkatkan mutu dan baku yang tinggi.
3. Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan kesan terpaksa, namun dimasukan secara sadar ke dalam corporate planning, dilakukan secara periodic, terarah dan terprogram, bukan hanya kegiatan yang dilakukan setahun sekali atau kegiatan yang dilakukan jika manajer ingat saja.
7. Indikator-indikator kinerja
Indikator kinerja ( Simamora dan Heryanto, 2004 : 21 ) yaitu :
1) Loyalitas adalah Kesetiaan pegawai terhadap organisasi dan semangat berkorban demi tercapainya tujuan organisasi.
2) Tanggung Jawab adalah rasa memiliki organisasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang dilakukan dan ditekuni serta berani menghadapi segala konsekuensi dan resiko dari pekerjaan tersebut.
3) Ketrampilan adalah Kemampuan pegawai untuk melaksanakan
tugas serta menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
2.2 Penelitian Terdahulu
Lilik Khoiriyah (2009) melakukan penelitian mengenai upah dan lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada cv. Aji Bali Jayawijaya Surakarta. Penelitian ini melibatkan 100 responden dengan menggunakan metode studi sensus. Data dikumpulkan melalui kuesioner lalu data di edit, diberi kode, dan ditabulasikan untuk selanjutnya dianalisis dengan bantuan program statistic komputer SPSS 12.0 for Windows. Hasil analisis data menunjukan bahwa semua variable berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun simultan. Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi kinerja karyawan adalah upah.
M.Mafurudin (2008) melakukan penelitian mengenai kompensasi, lingkungan kerja, kepemimpinan dan sarana kerja terhadap kinerja karyawan di lingkungan lembaga pendidikan pondok pesantren AL KAHFI Somalangu Kebumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompensasi, lingkungan kerja, kepemimpinan dan sarana kerja terhadap kinerja. Penelitian ini melibatkan 65 orang responden dengan menggunakan teknik sekala rikert. Data dikumpulkan melalui kuesioner, lalu data dianalisis dengan menggunakan teknik statistik, korelasi dan regresi dengan SPSS for Windows versi 13.0. hasil analisis data menunjukan bahwa semua variable berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun simultan.
Rusdan Arif (2010) melakukan penelitian mengenai kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja karyawan pada PT. Bank Mega Cabang Semarang. Penelitian ini melibatkan 98 responden dengan menggunakan metode kondusif. Data dikumpulkan melalui kuesioner lalu data di edit, diberi kode, dan ditabulasikan untuk selanjutnya dianalisis dengan bantuan program statistic komputer SPSS 13 for Windows. Hasil analisis data menunjukan bahwa semua variable berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun simultan. Sedangkan faktor yang paling mempengaruhi kinerja karyawan adalah kepemimpinan,
Penelitian ini juga menganalisis tentang kinerja namun memiliki beberapa perbedaan yaitu :
1. Ketiga penelitian terdahulu diatas tidak ada yang menganalisis secara bersama-sama mengenai pengaruh lingkungan kerja, kompensasi, budaya organisasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja. Sehingga tidak diketahui pengaruhya secara bersama-sama terhadap kinerja.
2. Perbedaan landasan teori dan referensi yang digunakan dalam menggali pengaruh variable lingkungan kerja, kompensasi, budaya organisasi, dan kepemimpinan terhadap kinerja yang pada akhirnya terjadi perbedaan cara pengukuran dan penggunaan indicator-indikatornya.
3. Obyek pada penelitian Lilik Khoiriyah (2009) adalah karyawan pada cv. Aji Bali Jayawijaya, obyek pada M.Mafurudin (2008) adalah karyawan di lingkungan lembaga pendidikan pondok pesantren AL KAHFI Somalangu Kebumen, obyek pada Rusdan Arif (2010) adalah karyawan pada PT. Bank Mega Cabang Semarang. Sedangkan obyek pada penelitian ini adalah seluruh karyawan RSU PKU Muhamadiyah Sruweng.
Tabel 2.3 Rekapitulasi Penelitian Terdahulu
No | Nama Peneliti/tahun | Teori | Metode | Hasil Penelitian |
1 | Lilik Khoiriyah/2009 | Lingkungan kerja adalah di dalam suatu perusahaan penting untuk di perhatikan oleh manajemen perusahaan yang akan mendirikan pabrik untuk perusahaan tersebut. | Dengan metode Hypothetico-Deductive Method, Methode ini memiliki tujuh tahapan yaitu Observasi, pengumpulan informasi awal, Formulasi teori, Hipotesis, Pengumpulan data lanjutan, Analisis data, dan deduktif | Hasil penelitian menunjukkan bahwa upah dan lingkungan kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan. |
2 | M.Mafurudin/2008 | Kompensasi adalah pemberian kepada karyawan dengan pembayaran financial sebagai balas jasa untuk pelaksanaan kegiatan diwaktu yang akan datang.(Handoko, 1995:245-246) Lingkungan kerja adalah kondisi fisik tempat bekerja dimana pegawai melaksanakan kegiatan oprasional organisasinya. (Martoyo, 1998:71) Kepemimpinan adalah keseluruhan aktivitas dalam rangka mempengaruhi orang-orang agar mau bekerja sama untuk mencapai suatu tujuan yang memang di inginkan bersama. (martoyo, 2000:176) | Dengan metode Hypothetico-Deductive, Methode ini memiliki tujuh tahapan yaitu Observasi, pengumpulan informasi awal, Formulasi teori, Hipotesis, Pengumpulan data lanjutan, Analisis data, dan deduktif | Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Variabel kompensasi, lingkungan kerja dan kepemimpinan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja, sedangkan faktor yang paling mempengaruhi kinerja karyawan adalah kompensasi |
3 | Rusdan Arif/2010 | Schein dalam Darma (2004) menyatakan bahwa budaya organisasi dapat diartikan sebagai pola asumsi dasar yang ditemukan, diteliti atau dikembangkan oleh berbagai kelompok yang ada dalam organisasi. Kepemimpinan secara tipikal didefinisikan sebagai sifat, kuantitas dan perilaku seorang pemimpin. Studi tentang kepemimpinan telah meluas lintas budaya, dekade dan dasar teoritis (Horner, 1997). | Dengan metode Hypothetico-Deductive Method Methode ini memiliki tujuh tahapan yaitu Observasi, pengumpulan informasi awal, Formulasi teori, Hipotesis, Pengumpulan data lanjutan, Analisis data, dan deduktif | Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa Variabel kepemimpinan dan budaya organisasi berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja, sedangkan faktor yang paling mempengaruhi kinerja karyawan adalah kepemimpinan |
Sumber : Data diolah, 2011
2.3 Kerangka Pemikiran
Rumah sakit umum dituntut untuk memenuhi harapan masyarakat dengan memberikan pelayanan kesehatan yang baik kepada masyarakat, untuk itu perlu peningkatan kinerja karyawan dengan memperhatikan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah lingkungan kerja, kompensasi, budaya organisasi dan kepemimpinan. Pengaruh tersebut dapat dilihat secara sendiri-sendiri dan dapat pula secara simultan untuk masing-masing faktor kinerja karyawan. Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori yang telah diuraikan maka dapat disusun kerangka pemikiran sebagai berikut:
Kerangka Pemikiran
|
2.4 Hipotesis
Menurut Sugiono ( 2003: 15 ) “Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian . Dengan demikian hipotesis yang diajukan oleh penulis sebagai berikut :
: Ada pengaruh signifikan Lingkungan kerja terhadap kinerja karyawan pada PKU Muhamadiyah Sruweng Kabupaten Kebumen
: Ada pengaruh signifikan Kompensasi terhadap kinerja karyawan pada PKU Muhamadiyah Sruweng Kabupaten Kebumen
Ada pengaruh signifikan Budaya Organisasi terhadap kinerja karyawan pada PKU Muhamadiyah Sruweng Kabupaten Kebumen
Ada pengaruh signifikan Kepemimpinan terhadap kinerja karyawan pada PKU Muhamadiyah Sruweng Kabupaten Kebumen
Secara simultan lingkungan kerja, kompensasi, budaya organisasi , dan kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja karyawan pada PKU Muhamadiyah Sruweng Kabupaten Kebumen
: Variable kepemimpinan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kinerja karyawan dibandingkan dengan variabel lingkungan kerja, kompensasi, dan budaya organisasi pada RSU PKU Muhammadiyah Sruweng Kabupaten Kebumen karena pemimpin dapat mempengaruhi dan menggerakan bawahannya sedemikian rupa sehingga para bawahannya dapat bekerja dengan baik, bersemangat tinggi, dan mempunyai disiplin serta tanggung jawab yang tinggi pula terhadap atasan. Dengan demikian berarti kepemimpinan sangat berpengaruh besar terhadap kinerja karyawannya.
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Rusdan (2010). Pengaruh Kepemimpinan dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Karyawan (Studi pada PT. Bank Mega Cabang Semarang). Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan). Semarang: Fakultas Ekonomi. Universitas Diponegoro.
Daryatmi. (2002). Pengaruh Motivasi, Pengawasan Dan Budaya Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan Perusahaan Daerah Bank Perkreditan Rakyat Badan Kredit Desa Kabupaten Karangannyar. Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan).
Dessler G.. 2005. Manajeman Sumber Daya Manusia, Jakarta: Prenhallindo,
Dharma, Surya. 2010. Manajemen Kinerja. Jakarta: Pustaka pelajar.
Hadari Nawawi. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia: untuk bisnis yang kompetitif. Yogyakarta: Gajah mada University Press.
Handoko, T. H .2010. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Edisi ke dua. Jogyakarta: BPFE.
Hasibuan, Malayu S.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Heidjrachman R. dan S. Husnan, 2001, Manajemen Personalia. Yogyakarta: BPFE.
Herman.2009. Analisis Pengaruh Lingkungan Kerja dan Budaya Organisasi terhadap kinerja pegawai Lalu lintas jalan raya (llajr) Pemerintah kota medan, Tesis Magister Manajemen(Tidak dipublikasikan). Medan: Universitas Sumatera Utara.
Istijanto.2010. Riset Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Khoiriyah, lilik.2009. Pengaruh upah dan Lingkungan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Cv. Aji Bali Jayawijay Surakarta, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan). Surakarta: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Komaruddin, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Kreitner R and Angele Kinicki. 2003. Organizational Behavior. Terjemahan Erly Swandy. Jakarta: Salemba Empat
Mafurudin. M.2008. pengaruh kompensasi, lingkungan kerja, kepemimpinan dan sarana kerja terhadap kinerja karyawan di lingkungan lembaga pendidikan pondok pesantren AL KAHFI Somalangu Kebumen. Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan). Kebumen: Fakultas Ekonomi. STIE Putra Bangsa.
Mangkunegara, Anwar Prabu. 2010. Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: Refika Aditama.
Moekijat, 2001, Manajemen Pemasaran. Yogyakarta: BPFE.
Mulyanto, heru dan Anna wulandari. 2010. Penelitian Metode dan Analisis. Semarang : Agung
Pambudu Tika Moh. Haji. 2005. Budaya Organisasi Dan Peningkatan Kinerja Perusahaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Pb, Triton .2009. Mengelola Sumber Daya Manusia: Oryza.
Poerwanto. 2008. Budaya Perusahaan. Cetakan I. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Ratna Kusumawati. 2008. Analisis Pengaruh Budaya Organisasi dan Gaya
Kepemimpinan Terhadap Kepuasan Kerja Untuk Meningkatkan Kinerja Karyawan. Tesis Magister manajemen (Tidak dipublikasikan) Semarang : Universitas Diponegoro.
Riduwan. 2002, Metode & Teknik Menyusun Tesis, Bandung: Alfabeta.
Robbins, Stephen P. 2002, Perilaku Organisasi : Konsep–Kontroversi–Aplikasi,
Jakarta: Prehallindo.
Robert L. Mathis, John H. Jackson. 2006. Human resource management: manajemen sumber daya manusia. Edisi 10. Jakarta: Salemba Empat.
Sedarmayanti. 2001. Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung: Mandar Maju.
Siagian, Sondang. P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Gunung Agung.
Sigit, Soehardi. 2003. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: BPFE UST
Thoha, Miftah. 2004. Perilaku Organisasi. Jakarta: Raja Gravindo Persada.
Wahjono Imam Sentot.2010. Prilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Wirawan. 2008. Budaya Dan Iklim Organisasi : teori aplikasi dan penelitian cetakan kedua. Jakarta: Salemba Empat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar